Oleh Deni Rahman
KABAR BANGGAI – Dalam ajaran Islam, istilah “berjamaah” memiliki makna luhur. Ia bukan sekadar kebersamaan, tetapi simbol persatuan dalam kebaikan, sinergi dalam ibadah, dan kekuatan moral umat.
Secara etimologis, “berjamaah” berasal dari kata “jamaah” yang berarti kumpulan orang yang bersatu dalam satu tujuan, ditambah awalan “ber” yang menunjukkan aktivitas bersama.
Dalam konteks Islam, berjamaah mencerminkan perintah Allah dan Sunnah Rasulullah, baik dalam ibadah seperti salat berjamaah maupun dalam kehidupan sosial seperti dakwah, tolong-menolong dalam kebajikan, dan membangun masyarakat.
Namun, seiring berjalannya waktu, makna luhur ini mulai mengalami pergeseran. Istilah berjamaah kerap digunakan secara negatif dalam wacana publik, seperti dalam frasa “korupsi berjamaah”, “kejahatan berjamaah”, atau “penyelewengan berjamaah”.
Penyematan istilah berjamaah pada tindak kejahatan bukan hanya penyimpangan linguistik, melainkan juga berpotensi mengaburkan pemahaman umat tentang nilai-nilai Islam yang menjunjung tinggi ukhuwah dan persatuan dalam kebaikan.
Distorsi semantik semacam ini bukan tanpa dampak. Ketika umat terbiasa mendengar istilah berjamaah dalam konteks kejahatan, perlahan-lahan akan tumbuh persepsi bahwa kebersamaan tidak selalu bermakna positif.
Bahkan lebih jauh, bisa muncul pembenaran kolektif atas perbuatan menyimpang. Dalam konteks ini, kekeliruan penggunaan bahasa bisa menormalisasi perilaku tercela.
Jamaah dalam ajaran Islam selalu berorientasi pada kebajikan. Ketika istilah ini mulai dikaitkan dengan kejahatan kolektif, umat bisa kehilangan pemahaman bahwa berjamaah adalah wadah kesatuan umat Islam dalam mengamalkan syariat menegakkan agama dan membangun masyarakat yang harmonis.
Kekeliruan penggunaan istilah dapat menormalisasi kejahatan dan perilaku negatif. Ketika korupsi atau kejahatan disebut sebagai “berjamaah”, masyarakat bisa melihatnya sebagai sesuatu yang wajar karena dilakukan secara kolektif. Lambat laun fenomena ini akan mengikis sensitivitas moral umat terhadap perilaku menyimpang.
Fenomena ini bertentangan dengan prinsip Islam sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT pada Surah Al-Maidah ayat 2: “Dan janganlah kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” Ayat ini menegaskan bahwa kebersamaan hanya dibenarkan jika dilandasi niat dan perbuatan yang baik.
Kebiasaan memaknai berjamaah sebagai aktivitas kolektif tanpa memperhatikan konteks nilai bisa berdampak serius pada moral publik. Dalam kehidupan sosial, batas antara kebaikan dan keburukan menjadi kabur.
Ketika kejahatan dilakukan secara bersama-sama, rasa tanggung jawab individu cenderung melemah. Pelaku bisa merasa ringan bersalah karena tidak melakukannya sendirian. Ini juga menjadi tantangan besar dalam penegakan hukum.