80 Tahun Merdeka: Pesta di Panggung, Terjajah di Dapur

Oleh: Supriadi Lawani*

KABAR BANGGAI  – Indonesia baru saja merayakan ulang tahun kemerdekaan yang ke-80. Di panggung-panggung, bendera berkibar gagah, pidato pejabat menggema, dan anggaran negara kembali mengalir demi gegap gempita seremoni. Di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, suasana itu pun terasa—meriah di lapangan, khidmat di podium.

Namun begitu acara selesai, rakyat pulang membawa kenyataan lama: beras tetap mahal, pekerjaan makin langka, inflasi masih setia menjerat. Sesungguhnya, dari tahun ke tahun, kemerdekaan itu terasa hanya di atas panggung, bukan di dapur rakyat.Minggu 17 Agustus 2025.

Kemarin, di Bunta, seorang warga meninggal sendirian di pondok kebun. Katanya ia sakit. Kisah itu mengiris, tapi sayangnya bukan kabar yang luar biasa: orang miskin memang sering mati dalam kesunyian.

Baca Juga Berita Ini:  Di Balik Jeruji Lapas Luwuk, Doa Bersama Dikirimkan Untuk Persatuan Bangsa

Di kota, para sarjana resah. Ijazah yang dulu mereka anggap tiket menuju hidup layak, kini seperti kertas biasa yang tak laku dijual. Banyak yang bimbang: meninggalkan kampung untuk mencari kerja, atau bertahan sambil jadi pengojek. Tapi mau ngojek pun sulit: biaya kos, anak, dan istri tak terkejar oleh setoran harian.

Pedagang di pasar tradisional mengeluh dagangan kurang laku paling tidak begitu pengakuan teman saya yang jadi pedagang. Warkop kecil dan warung makan kecil pun demikian, kopi tinggal terjual beberapa gelas, nasi terjual beberapa piring. Daya beli rakyat menurun, dan “kemerdekaan ekonomi” masih sebatas jargon pidato tahunan.

Delapan puluh tahun sudah bangsa ini merdeka, tetapi kemerdekaan bagi rakyat kecil tetap mahal. Di negeri ini, pesta selalu ada untuk pemguasa, sementara kesusahan selalu ada untuk rakyat.

Baca Juga Berita Ini:  Pemekaran Batui Toili: Antara Janji Pembangunan dan Pengingkaran terhadap Akar Identitas

Maka izinkan kami rakyat kecil ini bertanya: kemerdekaan macam apa yang kami rayakan? Kemerdekaan yang hanya kuat di mimbar, atau kemerdekaan yang seharusnya terasa di meja makan kami?

Selamat ulang tahun Indonesia. Delapan puluh tahun merdeka, tapi rakyat masih harus berjuang sendiri untuk sekadar bertahan hidup.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *