KABAR BANGGAI – Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Nuzul Rahmat R, SH MH didampingi Asisten Tindak Pidana Umum Andarias D’Orney, SH MH serta Plh. Kajari Donggala Kiki Yonata, SH MH memimpin ekspose permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (Restorative Justice) secara virtual.
Kegiatan ini tersambung langsung dengan Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Sesjampidum) Kejaksaan Agung RI, Dr. Undang Mugopal, SHM M.Hum., beserta jajaran.Senin 20 Oktober 2025.
Ekspose tersebut digelar di Aula Vicon Lantai 3 Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah dan membahas perkara dari Kejaksaan Negeri Donggala yang melit in tersangka Martzal Alief alias Elo, dalam dugaan pelanggaran Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang tindak pidana penganiayaan.
Peristiwa ini berawal pada Kamis, 14 Agustus 2025 sekitar pukul 00.30 WITA di Desa Labuan, Kabupaten Donggala. Dalam situasi kesalahpahaman keluarga, tersangka yang merupakan kakak kandung korban, Rhemena Shifani alias Sifa, melakukan tindakan kekerasan yang menyebabkan luka memar di kepala dan tubuh korban. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil visum dari Rumah Sakit Bhayangkara TK III Palu.

Namun, setelah peristiwa itu, tersangka menyadari kesalahannya dan menyampaikan penyesalan serta permintaan maaf secara tulus kepada korban.
Dengan penuh keikhlasan, korban memaafkan dan memilih penyelesaian secara kekeluargaan. Proses perdamaian ini difasilitasi oleh Kejaksaan Negeri Donggala melalui Rumah Restorative Justice, disaksikan oleh tokoh masyarakat dan tokoh adat setempat, yakni Rusdin M. Habie dan Asri Yado.
Permohonan penghentian penuntutan kemudian disetujui, setelah mempertimbangkan beberapa hal penting, antara lain:
- Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;
- Ancaman pidana dalam pasal yang disangkakan tidak lebih dari lima tahun;
- Tersangka dan korban memiliki hubungan keluarga kandung;
- Perdamaian tercapai dengan tulus dan disertai pernyataan tertulis kedua belah pihak;
- Perbuatan tergolong ringan dan tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.
Melalui keputusan ini, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah menegaskan kembali komitmennya dalam mengimplementasikan keadilan restoratif sebagai perwujudan wajah baru penegakan hukum yang humanis.
Restorative Justice tidak hanya berorientasi pada sanksi pidana, tetapi juga menekankan pemulihan hubungan sosial, keseimbangan, serta keadilan substantif di tengah masyarakat.
Kejaksaan menempatkan diri bukan sekadar sebagai aparat penegak hukum, tetapi juga sebagai institusi yang menegakkan hukum dengan hati nurani dan empati.
Melalui langkah-langkah ini, Kejati Sulteng berupaya membangun kepercayaan publik, menumbuhkan kesadaran hukum yang berkeadilan, serta menjaga harmoni dalam kehidupan bermasyarakat selaras dengan semangat reformasi birokrasi dan nilai kemanusiaan dalam sistem peradilan Indonesia. ( Rilis ) **






